Sabtu, 08 Oktober 2011

20 Cara Membahagiakan Suami

Mungkin anda adalah salah satu istri yang ingin membahagiakan suami, namun anda mungkin masih bingung apa yang harus diperbuat untuk membahagiakan suami anda, banyak kejadian para istri ingin membahagiakan suami namun karena tidak mengetahui ilmunya kadangkala bukan membahagiakan suami, tapi terkadang suami malah merasa tidak nyaman. Semoga artikel tentang  20 cara membahagiakan suami ini bisa memberikan ilmu bagi  anda, sehingga anda para istri bisa memberikan kebahagian bagi suami-suami tercinta.  Semoga bermanfaat!

1.Anda adalah sekuntum mawar yang sedang bersinar di rumah Anda. Buatlah disaat suami Anda  masuk ke rumah, dia merasa bahwa kecantikan dan keharuman mawar tersebut, tidak bukan dan tidak lain hanyalah untuknya seorang.

2.Bagaimana caranya agar suami Anda itu bisa merasa damai dan nyaman, baik dengan perbuatan ataupun dengan kata-kata ? Hal itulah yang secara terus menerus Anda selalu usahakan untuk suami Anda. Untuk kesempurnaannya, lakukan itu dengan sepenuh jiwa.

3.Sopan dan penuh perhatianlah Anda ketika berbincang-bincang  dan berdiskusi, jauhkanlah perdebatan dan sikap keras kepala untuk mengemukakan pendapat Anda.

4.Pahami  kebenaran dan keindahan prinsip-prinsip Islam di balik kelebihan sang suami terhadap Anda selaku istri, yang memang terkait dengan kodrat seorang wanita, dan janganlah hal ini dianggap sebagai sesuatu yang dzolim (penindasan).

5.Lembutkanlah suara Anda ketika berbicara dengan sang suami dan pastikan suara Anda tidak meninggi pada saat dia bersama Anda.

6.Pastikan Anda bangun pada malam hari untuk melakukan sholat malam secara rutin, hal ini akan membawa kecerahan dan kebahagiaan pada perkawinan Anda, sungguh mengingat Allah SWT akan membawa ketenangan pada hati Anda.

7.Bersikaplah diam ketika suami Anda sedang marah dan jangan tidur kecuali dia mengijinkannya.

8.Berdirilah dekat suami Anda ketika dia sedang memakai baju dan sepatunya.

9.Buatlah suami Anda merasa bahwa Anda menginginkan sang suami untuk mengenakan baju yang Anda pilih buat dia, pilihlah pakaian itu oleh Anda sendiri.

10.Anda harus sensitif dan memahami kebutuhan suami Anda, untuk menjadikan pernikahan Anda menjadi yang terbaik tanpa menghabiskan waktu Anda.

11.Ketika ada perselisihan pendapat, hendaknya Anda tidak menunggu agar sang suami meminta ma’af kepada Anda (jangan jadikan hal ini sebagai prioritas utama harapan Anda) kecuali kalau suami Anda secara sadar mengakuinya.

12.Rawatlah penampilan dan pakaian suami Anda, biarpun kelihatannya suami Anda malas untuk merawat dan memakainya, tapi yakinlah bahwa dia akan menyukainya sebagaimana teman-temannya juga akan menyukainya.

13.Hendaknya Anda tidak selalu mengandalkan suami Anda untuk berkeinginan melakukan hubungan badan,  sekali-kali Anda mulailah lebih dulu, tentu pada saat  yang tepat.

14.Di malam hari, jadilah seperti pengantin baru buat suami Anda, janganlah Anda beranjak tidur lebih dulu dari sang suami, kecuali kalau dirasa sangat perlu.

15.Janganlah menunggu atau mengharapkan balasan dari semua perbuatan dan kebiasaan baik Anda,  banyak suami karena kesibukan kerjanya, gampang melupakan untuk melakukan hal tersebut,  atau secara tidak sengaja lupa untuk menyampaikan penghargaan yang semestinya kepada Anda.

16.Hendaknya berbuat sesuai dengan keadaan dan kemampuan keuangan yang ada, dan jangan meminta sesuatu yang berlebihan dan mahal.

17.Ketika suami Anda baru pulang dari perjalanan yang lama ataupun bepergian dari tempat yang jauh, sambutlah dia dengan wajah yang ceria dan tunjukkanlah bahwa Anda sangat merindukan kedatangannya.

18.Ingatlah selalu bahwa keberadaan sang suami adalah salah satu sarana mendekatkan diri Anda kepada Allah SWT.

19.Pastikan Anda untuk selalu memperbaharui dan merubah bentuk penampilan Anda, sebagai tanda dan ungkapan  kasih Anda menyambut suami tercinta.

20.Ketika sang suami meminta sesuatu untuk melakukan hal-hal tertentu, maka pastikan Anda melakukannya dengan sigap dan sepenuh hati,  jangan sampai Anda merasa enggan dan lamban.

(Almuhajirun)

Senin, 15 Agustus 2011

Ummu Hakim binti Harits bin Hisyam


Ummu Hakim binti Harits bin Hisyam adalah sosok mujahidah tangguh, setelah ia memeluk Islam. Sebelum keislamannya, ia bersama suaminya Ikrimah bin Abu Jahal termasuk kelompok yang memerangi Rasulullah n dalam Perang Uhud. Ummu Hakim merupakan salah seorang dari sepuluh (10) perempuan terkemuka Quraisy yang memeluk Islam saat Fathu Makkah (penaklukan Mekkah). 
Ia adalah sosok istri, yang sangat mendorong suami dalam hal kebaikan. Berusaha mengajak sang suami masuk Islam, bahkan menyemangatinya untuk berjihad. Suami pertama dan keduanya, syahid di jalan Allah l. Ummu Hakim terlebih dahulu masuk Islam. Sedangkan suami pertamanya, Ikrimah bin Abu Jahal, sempat melarikan diri dari kota Mekkah, saat penaklukan Mekkah. Disebabkan  takut dibunuh oleh kaum Muslimin. 

Mencari Suami
Setelah berbai’at kepada Rasulullah n, Ummu Hakim berkata kepada Rasulullah n, “Wahai Rasulullah, Ikrimah pergi melarikan diri ke Yaman. Dia takut engkau akan membunuh dia maka berilah jaminan keamanan untuk dia.” Rasulullah n bersabda, “Dia dijamin keamanannya.”
Ummu Hakim segera bergegas keluar untuk mencari suaminya. Akhirnya, ia berhasil menjumpai Ikrimah ketika dia sudah berada di Pantai Tihamah. Dia akan segera berlayar mengarungi samudera. Ketika dia hendak menaiki bahtera, nahkodanya berkata kepada dia, “Ucapkanlah kalimat ikhlas!”. Ikrimah bertanya, “Apakah yang harus aku ucapkan?”. Dijawabnya, “Ucapkanlah laa ilaaha illallah”. Ikrimah menjawab, “Aku tidak lari, kecuali dari kalimat itu.”
Ummu Hakim menjumpainya dan berkata, “Wahai anak pamanku,  saya datang kepadamu dari hadapan orang yang paling kuat menyambung hubungan keluarga, orang yang paling banyak berbuat baik, dan orang yang paling baik. Engkau jangan membinasakan dirimu sendiri. Aku sudah memintakan jaminan perlindungan untukmu dan mereka memberinya.” Ikrimah bertanya,” Benarkah kamu berbuat demikian?” Istrinya menjawab, “Iya, saya menyampaikan hal itu kepada beliau dan beliau memberikan jaminan keamanan untukmu.”
Ikrimah bin Abu Jahal Bersyahadat Dan Gugur Syahid
Ummu Hakim dan suaminya Ikrimah bin Abu Jahal segera menemui Rasulullah n. Dan kehadirannya disambut gembira oleh Rasulullah n.
Ikrimah berkata, “ Wahai Muhammad, sesungguhnya istriku ini memberitahuku bahwa engkau memberi jaminan keamanan kepadaku.” Rasulullah n menjawab, “Benar, kamu aman.” Ikrimah bertanya, “Kepada apa engkau mengajakku, wahai Muhammad?”. Baginda lalu menjawab, “Aku mengajakmu untuk bersaksi bahwa tiada sesembahan kecuali Allah l dan bahwasanya aku adalah utusan Allah l, kamu menegakkan shalat, kamu tunaikan zakat, dan kamu kerjakan ini dan itu.” Sampai beliau menyebutkan semua ajaran Islam.
“Demi Allah, tiadalah ajakanmu itu kecuali menuju kepada kebenaran dan perkara yang sangat bagus. Demi Allah, kamu sebelum mengumandangkan dakwah itu sudah dikenal sebagai orang yang paling benar ucapannya dan paling baik perilakunya. Sekarang aku bersaksi bahwa tiada sesembahan kecuali Allah l dan aku bersaksi bahwa Muhammad itu hamba-Nya sekaligus utusan-Nya.”
Pada suatu pertempuran melawan Romawi, Ikrimah bin Abu Jahal dan istrinya terlibat di dalamnya. Ikrimah berjihad dengan sungguh-sungguh dan luar biasa. Alhamdulillah, Allah l menghadiahkan syahid untuknya.

Hayatilah wahai muslimah, betapa besar peran Ummu Hakim! Dimulai sejak ia menjadi perantara antara suaminya dan Rasulullah
n hingga ia peroleh jaminan keamanan. Hingga sang suami bersyahadat, bahkan berakhir syahid di jalan-Nya.
Sungguh wahai muslimah! kita memiliki peran yang besar dalam mendukung perjuangan tegaknya Islam.

Ummu Hakim Menikah
Setelah suaminya syahid, Ummu Hakim menikah dengan sahabat yang mulia, Khalid bin Sa’id bin Ash a. Saat Khalid menyampaikan niatnya kepada Ummu Hakim. Beliau menjawab, “Apa tidak sebaiknya kita tunda saja, sampai Allah l mengalahkan tentara Romawi yang akan menyerang kita nanti?” Khalid berucap, “Firasatku mengatakan bahwa aku akan terbunuh pada perang besok.”
Akhirnya, keesokkan harinya walimah pernikahan digelar dan penuh berkah. Makanan tidak kunjung habis, hingga tentara Romawi menyerang.
Subhanallah, Alhamdulillah, Allahu Akbar! Khalid bin Sa’id bin Ash a meraih syahid di hadapan istri tercinta.

Ummu Hakim tak ingin tertinggal dengan peluang mulia yang ada. Dengan sigap ia meraih tiang tenda yang semalam digunakan untuk tenda walimah pernikahannya.


Subhanallah, Alhamdulillah, Allahu Akbar! bi-idznilah ia berhasil membunuh 7 (tujuh) tentara Romawi. Sungguh, dia telah mencapai puncak perjuangan. Semoga Allah meridhainya dan menjadikannya ridha.
Referensi:
Mawar-mawar Padang Pasir (judul asli: Masyahir an-Nisa’ al Muslimah), karya Ali bin Nayif asy Syuhud.
Muslimah Berjihad, karya Syaikh Yusuf al ‘Uyairi.

Sabtu, 14 Mei 2011

Rebutlah Gelar Wanita Sholehah


Pertama-tama adalah mesti engkau sadari, bahwa sesungguhnya aku tak akan menilai kecantikan wajahmu dibalik jilbab yan engkau kenakan, serta harta yang kau miliki sebagai daya tarik untuk menikahimu. Tapi kecantikan hati, perilaku, serta ketaatanmu kepada Dienul Islam itu yang utama. Memang hal ini sangat musykil di zaman yang telah penuh dengan noda-noda hitam akibat perbuatan manusia, sehingga wanita-wanitanya sudah tidak malu lagi untuk menjual kecantikannya dan berlomba-lomba memperlihatkan aurat dengan sebebas-bebasnya demi memuaskan hawa nafsu jahatnya. Namun itulah yang diajarkan Rasulullah SAW, kepada kita melalui haditsnya :

Janganlah engkau peristrikan wanita karena hartanya, sebab hartanya itu menyebabkan mereka sombong. Dan jangan pula kamu peristrikan wanita karena kecantikannya, karena boleh jadi kecantikannya itu dapat menghinakan dan merendahkan martabat mereka sendiri. Namun peristrikan wanita atas dasar Diennya. Sesungguhnya budak hitam legam kulitnya tetapi Dienya lebih baik, lebih patut kamu peristrikan“. (HR. Bukhori)

Dan Allah pun tak akan melihat kebagusan wajah dan bentuk jasadmu. Tapi Dia menilai hati dan amal yang kau lakukan. Hendaknya engkau yakin bahwa wanita-wanita salafusshaleh adalah panutanmu, yang telah mendapat bimbingan dari nabi Muhammad SAW.

Contohlah Ummu Khomsa yang tersenyum gembira mendengar anak-anaknya gugur dalam medan pertempuran. Tentunya engkau heran, mengapa seorang ibu seperti itu ? jawabnya adalah karena ia yakin bahwa jannah telah menanti anaknya di akhirat, sedangkan engkau tahu, tak seorangpun yang tidak menginginkan akhir hidup di tempat yang penuh kenikmatan itu.

Katakanlah kepada anak-anakmu kelak :
…janganlah engkau bimbang dan ragu wahai anakku, kalau kamu syahid daripada sibuk mengumpulkan harta dan memburu pangkat. Maka kalau kamu ingin termasuk ke dalam golongan-golongan pejuang ISLAM yang benar-benar memperjuangkan hak Allah dan Rasul-Nya. Serahkan dirimu dan ketaqwaan yang kuat dan tanamkan pula dalam hatimu iman serta keinginan untuk menemuin-Nya secara syahid. Bayangkanlah bahwa jannah sedang menanti, bersama para bidadari yang sedang berhias menanti kekasih-kekasihnya, yaitu kamu sendiri. 
Seperti Firman Allah :
“Dan didalam Jannah itu ada bidadari-bidadari bermata jeli, laksana mutiara yang tersimpan baik” (QS 56 : 22-23) 
Ajarkanlah pada anak-anak kita kelak, bahwa hidup dalam ISLAM tidak berarti mencari kenikmatan semu di dunia ini sehingga mereka bersenang-senang didalamnya dan lupa akan Akhirat. Padahal Rasulullah mengajarkan “ Addunya mazra’atul akhiroh (Dunia adalah ladangnya akhirat). Jadi dunia bukan tujuan akhir, tapi hanya sekedar jembatan untuk menuju kehidupan akhirat yang lebih baik dan kekal sehingga mereka mengerti bahwa mencari keridhoan Allah berarti pengorbanan yang terus menerus, Seperti Firman-Nya :

“ Dan diantara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhoan Allah dan Allah maha penyantun kepada hamba-hambanya”. (QS. Al Baqarah : 207)

Akhirnya merekapun tahu bahwa jalan yang mereka pilih itu tidak menjanjikan harta di dunia ini yang banyak, rumah mewah, kendaraan yang banyak, atau kasur-kasur yang empuk, pangkat dan wanita, tapi jalan mereka semua adalah jalan yang penuh dengan duri-duri cobaan serta seribu datu macam tantangan. Karena Allah tidak akan memberi Jannah kepada kita dengan harga yang murah.

Berdo’alah kepada-Nya agar engkau lahirkan kelak dari rahimmu seorang anak pewaris perjuangan nabi-nabi-Nya yang senantiasa mereka mendo’akan kita. Didiklah mereka agar taat dan berbuat baik kepada kita serta tidak menyekutukan Allah, seperti yang diwasiatkan Luqman kepada anak-anaknya (31:31). Fahamkan mereka bahwa pewaris perjuangan Rasul dan Nabi bukanlah berarti mereka hanya menjadi pejuang di medan jihad, tapi juga seorang abid (zuhud) di malam hari. Anak kita kelak adalah amanah dari-Nya oleh sebab itu Allah akan murka seandainya kita menyia-nyiakannya. Pembentukan pribadi anak itu sangat tergantung kepada kita yang mendidiknya. Apakah ia akan menjadi orang yang beriman atau sebaliknya. Hendaklah engkau perhatikan makanan untuk mereka, pergaulannya serta pilihkan pendidikan yang mereka ikuti.

Jadilah engkau seperti Siti Maryam yang dapat mendidik Isa a.s. di tengah-tengah cemoohan dan cacian masyarakat. Atau Siti Asiyah(istri fir'aun) yang dapat memupuk keimanan Musa a.s. di dalam istana yang penuh dengan kedurhakaan dan kekufuran. Kemudian Masyitoh yang mampu memantapkan hati anak-anaknya walaupun harus menghadapi air yang mendidih demi kebenaran. Atau deperti Siti Khadijah R.ha. Aisyah R.ha, Sayidina Fatimah R.ha yang membesarkan anak-anaknya di tengah-tengah kemiskinan.

Bila engkau telah memahami tugas terhadap anak-anakmu dalam Islam, maka mudah-mudahan Allah akan memberkahi ktia dengan memberikan anak-anak yang sholeh, yang bersedia mengorbankan nyawanya demi mematuhi perintah Allah, seharusnyalah engkau faham juga bahwa dunia ini adalah perhiasan dan sebaik baiknya perhiasan adalah wanita sholehah.

Dan salah satu ciri yang harus engkau miliki jika ingin menjadi wanita sholehah dan bersedia untuk taat terhadap suamimu kelak seperti Firman-Nya dalam surat An-Nisaa :34 bahwa laki-laki adalah pemimpin bagi wanita dan istri yang baik adalah mereka yang setia (taat) kepada suami dan selalu memelihara kehormatannya selama suaminya tidak ada di rumah.

Hendaklah engkau berbeda dengan wanita-wanita saat ini yang benyak melalaikan suami dan anak-anaknya, mereka lebih sibuk dengan karir, arisan, undangan, atau menyia-nyiakan uang dan waktu dengan hal-hal yang tidak berguna, serta cenderung pamer wajah dan aurat kepada yang bukan muhrimnya. Carilah ridha suami dengan cara-cara yang telah diyariatkan Islam, karena Rasulullah telah bersabda :

“Wahai Siti Fatimah, kalau engkau mati dalam keadaan Ali tidak ridha padamu, niscaya aku ayahandamu tidak akan menyolatkanmu“.

Jadilah engkau perhiasan yang tinggi nilainya di dalam rumah tangga, sumber penyejuk dan kebahagiaan hati suami, berhiaslah engkau untuk menyenangkan suami, jagalah hatinya agar engkau tak menyakiti dia. Walaupun dengan hal-hal yang kecil. Katakan kepadaku jika akan berangkat mencari nafkah :

“Wahai suamiku carilah rezeki yang halal disisi Allah, janganlah engkau pulang membawa rezeki yang haram untuk kami. Kami rela berlapar dan hidup susah dengan makanan yang halal.”

Dan janganlah engkau cegah, jika aku hendak meninggalkanmu berhari-hari karena memenuhi panggilan Allah dan Rasul-Nya. Tabahlah seperti tabahnya Siti Hajar dan Ismail yang ditinggalkan Ibrahim a.s. ditengah padang pasir yang tandus. Jika aku mengikuti jejak yasir, maka ikutilah di belakangku sebagai sumayyah, bila kukatakan kepadamu “perjuangan itu pahit” maka jawablah olehmu “Jannah itu Manis”

Sudah kiranya yang ingin aku sampaikan padamu, hendaklah engkau pahami dan ikuti seperti yang telah aku tunjukkan kepadamu tapi harus diingat bahwa engkau melakukannya karena Allah bukan karena aku, semoga Allah meridhoi kita dan memberi kemudahan dalam mengikuti petunjuknya, amin.

Ummu Dzar Al-Ghifariyah: Teladan Isteri Setia Pendamping Suami


Shahabiyah yang akan kita telusuri kisahnya kali ini adalah Ummu Dzar, istri shahabat  Abu Dzar Al-Ghifari. Beliau adalah wanita cerdas berhati bersih. Sebelum masuk Islam, Ummu Dzar sudah menyadari bahwa patung-patung yang mereka sembah tidak dapat memberi manfa’at dan mudharat. Alhamdulillah, ia mendapat hidayah taufik untuk menerima Islam sebagai pedoman hidup. Setelah Islam mengeluarkannya dari kejahilan/ kebodohan dan membawanya kepada nur yang terang benderang. Dan memberi keselamatan abadi. Ummu Dzar menggenggam erat dan mengigit kuat dengan gerahamnya, risalah yang disampaikan oleh Nabi Muhammad saw.
 Bukan hanya cerdas dan lurus hati, Ummu Dzar adalah sosok seorang istri yang setia mendampingi suami dalam suka dan duka.Kesetiaannya, layak kita teladani. Betapa tidak, beliau mengikhlasan diri menemani dan merawat sang suami hingga ajal menjemput . Dalam kesendirian di padang pasir liar nan luas membentang.

Rabadzah, tempat tinggal Abu Dzar Al-Ghifari

Karena adanya perbedaan pendapat, dengan Utsman bin Affan, maka Abu Dzar Al-Ghifari dan keluarganya memilih Rabadzah, padang pasir liar tak bertepi sebagai tempat tinggal mereka. Sebuah keputusan yang sangat berani. Karena daerah tersebut sangat  jarang dilalui kafilah. Dan mereka hidup tanpa ada tetangga di kanan dan kirinya.

Sang istri yang shalihah, tanpa keluh kesah , dengan setia, mendampingi Abu Dzar Al-Ghifari dan anaknya. Hidup dalam kesederhanaan yang amat sangat. Ditambah lagi, di kemudian hari Abu Dzar Al-Ghifari menderita sakit yang cukup parah. Tanpa bosan dan tanpa kenal lelah dengan senyum penuh keikhlasan ia terus merawat suaminya. Sungguh sebuah bakti yang mulia karena semata-mata dilandasi oleh keimanan dan ketaatan.
Menjelang ajal menjemput

Ajal pun semakin dekat, Ummu Dzar selalu berada di sisi sang suami untuk mengurus segala keperluannya. Melihat kondisi, yang semakin parah … Ummu Dzar akhirnya menangis di samping sang suami.

Dari Ummu Dzaar, dia berkata, “ Tatkala kematian datang menjemput Abu Dzar, aku menangis.”
Abu Dzar bertanya, “ Apa yang kamu tangiskan, padahal maut itu pasti datang ?”

Aku menjawab,” Bagaimana aku tidak menangis. Engkau akan mati ditanah terasing rimba belantara. Tiada kain yang cukup untuk digunakan sebagai kafanmu. Engkau tidak punya apa-apa, padahal engkau sangat memerlukan itu.”
Abu Dzar tersenyum dengan amat ramah, seperti layaknya orang yang akan merantau jauh. Lalu berkata kepada istrinya itu,” Janganlah menangis!  Pada suatu hari, ketika saya berada di sisi Rasulullah saw bersama beberapa sahabatnya saw, saya dengar  Beliau saw  bersabda,” Pastilah ada salah seorang di antara kalian yang akan meninggal di padang pasir liar, yang akan disaksikan nanti oleh serombongan orang-orang beriman!”

Semua yang ada di majelis Rasulullah saw telah meninggal di kampung dan di hadapan jama’ah kaum muslimin. Tidak ada lagi yang hidup di antara mereka kecuali aku.

Nah, inilah aku sekarang menghadapi maut di padang pasir. Maka perhatikanlah jalanan, kalau-kalau rombongan orang-orang beriman itu sudah datang !

Demi Allah, saya tidak bohong, dan tidak pula dibohongi !”

Ummu Dzaar berkata,” Aku lari menuju bukit pasir, kemudian aku kembali merawat sakitnya.
Akhwati … mari kita merenung sejenak, dan berusaha membayangkan bagaimana gigihnya Ummu Dzaar bertahan dalam kesabaran… Semoga Allah SWT menuangkan kesabaran dalam diri setiap kita, untuk istiqomah dalam meniti jalan kebenaran. Yang sejatinya penuh ujian dan cobaan. Semoga semua ujian dan cobaan yang kita hadapi dalam perjalan hidup ini, menjadikan kita bertambah kuat atas idzinNya. Dan menghantarkan kita kepada khusnul khatimah, amiiin.
Tak berapa lama,  Abu Dzar pun kembali ke hadirat Allah SWT.Innalillahi wa inna illaihi rooji’un.

Kenyataan yang ada

Subhanallah... Apa yang diucapkan Abu Dzar sungguh menjadi kenyataan. Karena tentu saja dia tidak berbohong, dan pasti tidak dibohongi. Karena Rasulullah SAW adalah ma’shum. Beliau terbebas dari semua kesalahan, tidak pernah berbohong kepada siapapun hatta dalam candanya.

Tidak lama berselang, sesudah Abu Dzar menghembuskan nafas terakhirnya, tampak serombongan kafilah  yang sedang berjalan cepat di padang sahara itu. Alhamdulillah kafilah itu adalah kafilah kaum mukminin yang  dipimpin oleh Abdullah bin Mas’ud, salah seorang sahabat Rasulullah SAW. Ibnu Mas’ud, merasa sangat trenyuh, karena ia melihat  sesosok tubuh yang terbujur seperti jenazah, sedang di sisinya duduk seorang perempuan tua, Ummu Dzar dan anaknya yang sedang menangis.
...Subhanallah! Betapa kesetiaan, ketegaran dan ketabahan Ummu Dzar, sangat layak dicontoh. Dia bersabar bersamanya menjalani kehidupan dalam keterasingan hingga akhir hayat.
Subhanallah! Betapa kesetiaan, ketegaran dan ketabahan Ummu Dzarsangat layak dicontoh. Dia bersabar bersamanya menjalani kehidupan dalam keterasingan hingga akhir hayat. Walaupun harus bertempat tinggal di  padang pasir liar, padahal usianya sudah sangat tua. Tanpa harta yang berharga, hingga kain untuk mengkafani suaminya pun tidak dimilikinya. Ummu Dzar tetap ikhlas melayani dan senantiasa memuliakannya.
 Ibnu Mas’ud, membelokkan tali kekangnya ke arah perempuan tua tersebut. Diikuti anggota rombongan dibelakangnya. Saat pandangan matanya tertuju pada tubuh sang jenazah … tampak olehnya wajah sahabatnya … sahabat seaqidah, sahabat seperjuangan dalam membela tegaknya Islam. Dialah Abu Dzar . Maka, air mata pun mengucur deras dari kedua pelupuk matanya. Innalillahi wa inna illaihi rooji’un. Ia pun berkata, “Benarlah ucapan Rasulullah SAW. Anda berjalan sebatang kara. Mati sebatang kara. Dan dibangkitkan sebatang kara !”

Ibnu Mas’ud ra pun duduk, lalu bercerita kepada para sahabatnya maksud dari pujian yang diucapkannya.

‘ Anda berjalan seorang diri, mati seorang diri, dan dibangkitkan nanti seorang diri !”

Ucapan itu terjadi di waktu Perang Tabuk, tahun kesembilan Hijriah.

Perang Tabuk

Perang Tabuk, adalah perang melawan pasukan Romawi yang cukup menakutkan. Mereka berada di satu tempat dan siap menggempur umat Islam.  Saat itu, musim panas teramat teriknya. Sehingga tidak banyak kaum muslimin yang menyambut seruan Rasulullah SAW.
 

Mereka yang ikut pun, akhirnya berguguran di tengah jalan, satu demi satu . Sebagian disebabkan azam yang tidak mantap. Abu Dzar sempat tertinggal oleh rombongan, karena keledai yang ditungganginya, berjalan sangat gontai. Disebabkan lapar yang sangat dan teriknya matahari yang membakar. Namun Abu Dzar tidak patah semangat. Apalagi mencari-cari alasan untuk izin dari berjihad meninggikan kalimahNYA.
Karena tidak ingin tertinggal dalam kesempatan jihad saat itu, Abu Dzar bertekad melanjutkan perjalanannya, mengejar rombongan Rasulullah saw Walaupun harus dengan berjalan kaki, sambil memikul beban bawaannya. Bayangkan … betapa kuat azamnya untuk menyertai Rasulullah saw, dalam perjalan jihadnya. Jauh berbeda dengan mereka yang sudah berguguran dalam perjalan itu.

Subhanallah, Alhamdulillah, Allahu akbar, usaha kerasnya berhasil . Atas izin Allah SWT Abu Dzar dapat bertemu kembali dengan rombongan Rasulullah saw saat mereka beristirahat. Kuatnya tekad dan besarnya keyakinan akan datangnya pertolongan Allah SWT, seringkali menjadikan hal yang seolah-olah tidak mungkin menjadi mungkin. Karena bagi Allah SWT semua hal adalah mudah. Kesungguhan hamba-hambaNya lah yang akan terus diuji.
 Sungguh, menggapai surga adalah  hal yang tidak mudah dan hanya diberikan kepada hamba-hambaNYA  yang terpilih …

http://www.voa-islam.com/photos/mumtaz/al-baqarah-214.jpg
“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, Padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, Sesungguhnya pertolongan Allah itu Amat dekat” (Qs. Al-Baqarah 214).

Abdullah bin Mas’ud, sahabat Rasulullah saw ikut memandikan, mengkafani dan menguburkannya. Selanjutnya ia menghibur keluarganya serta mengajak mereka kembali ke Madinah
Demikianlah sosok mukminah shalihah, yang menjadikan suaminya ridha, dalam rangka meraih keridhaan Rabbnya maka Allah SWT meridhai Ummu Dzarr dan menjadikannya ridha.
Maroji: 101 Wanita Teladan di Masa Rasulullah SAW oleh Hepi Andi Bastoni.
             Mawar-Mawar Padang Pasir ( Masyahir an-Nisa’ al Muslimat ) oleh Ali bin Nayif asy-Syuhud

Kamis, 07 April 2011

Asma' Binti Abu Bakr Radhiallahu Anha

( Wanita Pemilik Dua Ikat Pinggang)

Sosok Asma’ adalah teladan kaum muslimah dan mukminah. Akhlaknya terpuji, sholihah, cerdas dan  pembrani namun tetap rendah hati. Beliau sangat dermawan, sabar, tegar  dan istiqomah. Asma’ tumbuh dan berkembang, dibawah asuhan langsung sang ayah, Abu Bakar Ash-Shiddiq a. Salah seorang sahabat terbaik Rasulullah n. Beliaulah  laki-laki dewasa pertama yang memeluk Islam. Ketika cahaya Islam mulai menyinari Jazirah Arab. Maka tidak mengherankan, jika Asma’ beriman sejak dini dan termasuk wasaabiquunal awwaluun. Ia merupakan orang kedelapan belas (18) yang bersyahadat di  kota Mekah.
Asma’ binti Abu Bakar c dilahirkan 27 tahun sebelum peristiwa hijrah. Usianya sepuluh (10) tahun lebih tua dari saudaranya seayah ( ‘Aisyah binti Abu Bakar c ). Sedangkan Abdullah bin Abu Bakar adalah saudaranya sekandung. Ibundanya adalah Qutailah binti Abdul Uzza bin Abdullah bin As’ad bin Nashr.
Sebelum hijrah ke Madinah ‘Asma dipersunting oleh Zubair ibnul Awwam . Pemuda yang me -miliki keimanan luar biasa. Ia merupakan salah seorang dari sepuluh sahabat yang dijamin masuk syurga. Zubair mendapat julukan “ Hawari “ ( pengawal setia ) Nabi Muhammad n. Sikap syaja’ah yang melekat pada dirinya, menjadikan ia muslim pertama yang menghunus pedang dijalan Allah l.
Isteri Sholihah
Saat menikah, Zubair tidak memiliki apapun, kecuali  seekor kuda . Yang oleh Asma’ selalu di-rawatnya sendiri. Ia menumbuk kurma yang sudah matang, memberinya  makan dan minum. Bahkan mengambil dan membawa sendiri kurma itu, diatas kepalanya. Dari kebun Zubair pemberian Rasulullah n, yang berjarak 2/3 farsakh = 2 mil. Selain itu, ia menjahit tempat minum dari kulit. Semuanya dilakukan dengan penuh kesabaran dan keikhlasan. Tanpa keluh kesah. Subhanallah mulianya akhlak Asma’.
Dari pasangan penuh barokah ini, lahir putra- putri terpilih. Salah seorang putra beliau adalah  Abdullah bin Zubair. Dikemudian hari, ia menjadi Khalifah, menggantikan Yazid bin Muawiyah yang wafat.
     Allah l  mengkarunia usia yang panjang dan barokah kepada ‘Asma. Beliau meninggal dunia pada usia lebih dari 100 tahun . Dan merupakan orang terakhir dari golongan Muhajirin yang meninggal dunia. Asma’ menghadap Sang Khalik pada tahun 73 Hijriah.
Teguh memegang rahasia
Tidak hanya Zubair yang memiliki sikap syaja’ah (pemberani), tapi juga Asma’. Walaupun seorang perempuan, bahkan saat itu sedang hamil. Ia tidak gentar menghadapi Abu Jahal. Dan mampu merahasiakan keberadaan Rasulullah n ketika hijrah.
Ibnu Ishaq meriwayatkan, “ Aku mendengar keterangan bahwa Asma’ berkata,” Abu Jahal datang kerumahku bersama tokoh Quraisy, maka aku menemui mereka. Mereka bertanya,” Dimana ayahmu ?.” Aku menjawab,” Demi Allah, aku tidak tahu dimana dia.” Abu Jahal langsung mengayunkan tangannya dan menampar pipiku sekeras-kerasnya, sehingga antingku lepas. Lalu mereka pergi.”
Subhanallah … sungguh, Asma’ dengan penuh keberanian telah mematuhi larangan Allah . Agar seorang muslim tidak  menyerahkan saudaranya kepada musuh. Sikap tegar berpadu dengan  kemampuan mengendalikan emosi tepat.
Kisah dua ikat pinggang.
Kisah perjalanan hidup Asma’ tidak dapat dilepaskan dengan kisah hijrahnya Rasulullah l  dan ayahnya, Abu Bakar a ke Madinah. Selain kisah mulia diatas , masih ada satu kisah lain yang tercatat dengan tinta emas dalam lembaran sejarah kehidupan Asma’.
Dari Asma’ x dia bercerita,
“ Aku membuat rangsum makanan untuk Rasulullah n dan Abu Bakar , ketika mereka hendak menuju Madinah. Aku berkata kepada ayah,” Aku tidak membawa sesuatu untuk mengikat ( wadah makanan )  kecuali sabuk pingganggu ini .“ Abu Bakar berkata,” Kalau begitu , belahlah  ikat pinggangmu menjadi dua. Gunakan belahan yang satu untuk mengikat wadah makanan dan yang satunya lagi untuk wadah minuman.” Aku mengikuti sarannya, maka aku dijuluki “ dzaatun nithaaqain” .( HR. Bukhari ).
Zubair bin Bakkar bercerita tentang peristiwa ini, “ Rasulullah n  berkata ,” Semoga Allah mengganti sabukmu dengan dua sabuk di syurga.”  Sejak saat itu Asma’ dijuluki dzaatun nithaaqain.
Kedermawanan Asma’ binti Abu Bakr ash-Shiddiq c
Selain akhlak  mulia diatas, Asma’ masih memiliki akhlak  karimah lain, yaitu sikap dermawan. Sikap yang  sekarang ini jarang dimiliki kebanyakan wanita .
Al Qasim bin Muhammad berkata,” Aku pernah mendengar Ibnu Zubair mengatakan,” Aku tidak pernah melihat ada dua orang perempuan yang lebih dermawan dari pada ‘Aisyah dan Asma’. Sedang kedermawanan mereka berbeda. ‘Aisyah sering mengumpulkan hartanya. Hingga ketika dirasa telah cukup banyak, maka ia akan membagikannya semua. Sedangkan Asma’ jika mempunyai sesuatu , dia tidak pernah menyimpannya sampai besok ( langsung membagikan semuanya) .”
 Nasihat mulia dan ketegaran seorang Ibu.
Saat putranya, Abdullah bin Zubair menjabat sebagai Khalifah ( menguasai seluruh Hijaz, Yaman, Iraq dan Khurasan ) Asma’ sudah berusia lanjut ( hampir 100 tahun). Walaupun demikian, beliau masih dapat memberikan pandangan yang tajam dan sarat hikmah, kepada putranya. Ketika terjadi pengepungan yang dipimpin oleh Hajjaj bin Yusuf Ats-Tsaqafi.
Dalam keadaan terdesak, karena ditinggalkan oleh sebagian besar pasukannya, Zubair ditemani oleh saudaranya, Urwah bin Zubair menemui sang Ibu.
Disebutkan di dalam Siyar A’lam An-Nubala (2/293), Urwah berkata,” Saya dan saudara saya, Abdullah bin az-Zubair pernah menemui ibu kami pada hari kesepuluh sebelum  ia terbunuh.
Abdullah bin az-Zubair berkata,” Bagaimanakah engkau mendapati dirimu ? ”.
Asma’ menjawab, ” Sakit ”.
Abdullah berkata , ” Sesungguhnya didalam kematian ada ketentraman”.
Asma berkata,” Mungkin engkau mengharapkan kematianku,. Tapi tentu tidak begitu.”
Lalu, ia tertawa. Dia berkata lagi,” Demi Allah, saya belum ingin mati hingga engkau datang kepada Hajjaj bin Yusuf untuk memeranginya. Dan engkau terbunuh dan itu yang aku harapkan. Atau engkau menang hingga menjadi penyejuk mata. Janganlah engkau mundur selangkahpun dan bersepakat dengannya, hanya karena benci kepada mati.”
Sesungguhnya, Abdullah bin az-Zubair khawatir kepada sang Ibu. Jika sesuatu hal buruk terjadi pada dirinya. Namun kenyataannya, sang Ibu yang mulia malah memberinya  nasihat yang membangkitkan semangat. Allahu Akbar .
Takdir terjadi, Abdullah  gugur dikancah jihad sebagai syuhada. Al Hajjaj, yang tidak memiliki akhlak dan rasa prikemanusiaan menyalib tubuhnya di areal Masjidil Haram selama beberapa waktu.
Ketika Ibnu Umar datang ta’ziyah atas kematian putranya, beliau mendapati Asma’ binti  Abu Bakr berada  disudut masjid. Ibnu Umar menoleh kepadanya dan berkata,” Sesungguhnya jasad ini tidak ada artinya, sebab arwah itu berada disisi Allah, bertakwalah kepada Allah dan bersabarlah”.
Asma’ binti Abu Bakr berkata,” Apakah yang menghalangiku untuk tidak bertaqwa kepada Allah dan sabar?. Padahal dahulu kepala Nabi Yahya bin Zakaria saja menjadi hadiah bagi para pembangkang Israil.
Setelah jenazah diturunkan, dengan congkaknya Hajjaj berkata kepada Asma’; “ bagaimana kamu melihat ku memperlakukan Abdullah ?”.
Asma’ menjawab,” Aku melihatmu telah merusak dunianya dan dia merusak akhiratmu/ agamamu .”
Subhanallah … betapa agung dan tegarnya wanita ini, beliau mampu  istiqomah menghadapi berbagai musibah. Hatinya tak pernah merasa lemah . Semoga Allah meridhoinya dan menjadikannya ridho. Serta menjadikan syurga Firdaus sebagai tempat peristirahatannya. Amin.( Oleh: Ummu Mujahid/MAT )
*********************************************************************
Maroji:
  1. 35 Sirah Shohabiyah ( Shahabiyyaat Haular Rasulullah saw )Karya Al Mishri Mahmud
  2. Mawar-mawar Padang Pasir ( Masyahir an-Nisa' al-Muslimat ) Karya Ali bin Nayif asy-Syuhud
  3.  Muslimah Berjihad, Karya Yusuf Al-'Uyairi
  4. 101 Wanita Teladan di Masa Rasulullah saw, Karya Hepi Andi Bastoni.eUrl

Zainab binti Jahsy Pernikahannya Diatur Dari Tujuh Lapis Langit

Shahabiyah kita kali ini adalah Zainab binti Jahsy a, salah seorang Ummul Mukminin. Menurut Imam Adz-Dzahabi, “Dia adalah seorang tokoh wanita yang mulia dalam hal ketaatan beragama, kewaraan, kedermawanan dan kebaikan.” Sedangkan  Abu Nu’aim berkata, ”Dia adalah wanita yang khusyu’, selalu ridha, banyak mengadu dan berdoa kepada Allah .”
 Siapakah Zainab binti Jahsy
Zainab a adalah sepupu Rasulullah n, dari garis kakeknya yaitu Abdul Muthalib. Lahir sekitar 23 tahun sebelum Rasulullah n diutus sebagai Nabi. Ibundanya Umaimah binti Abdul Muthalib adalah bibi Nabi n. Saudara kandungnya, Abdullah dan Hamnah, termasuk As Saabiquunal Awwalun (golongan yang pertama masuk Islam, -ed).

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites