Kamis, 07 April 2011

Zainab binti Jahsy Pernikahannya Diatur Dari Tujuh Lapis Langit

Shahabiyah kita kali ini adalah Zainab binti Jahsy a, salah seorang Ummul Mukminin. Menurut Imam Adz-Dzahabi, “Dia adalah seorang tokoh wanita yang mulia dalam hal ketaatan beragama, kewaraan, kedermawanan dan kebaikan.” Sedangkan  Abu Nu’aim berkata, ”Dia adalah wanita yang khusyu’, selalu ridha, banyak mengadu dan berdoa kepada Allah .”
 Siapakah Zainab binti Jahsy
Zainab a adalah sepupu Rasulullah n, dari garis kakeknya yaitu Abdul Muthalib. Lahir sekitar 23 tahun sebelum Rasulullah n diutus sebagai Nabi. Ibundanya Umaimah binti Abdul Muthalib adalah bibi Nabi n. Saudara kandungnya, Abdullah dan Hamnah, termasuk As Saabiquunal Awwalun (golongan yang pertama masuk Islam, -ed).

Iman dan Hijrah
 Kafir Quraisy semakin khawatir akan pesatnya penyebaran Islam. Mereka mulai mengintimidasi bahkan menyakiti dan menyiksa sahabat-sahabat Nabi n. Namun para sahabat dan shahabiyah tetap istiqamah dan bersabar menghadapi kondisi yang ada. Setelah perintah Allah l turun, Rasulullah n mengizinkan sahabat-sahabatnya hijrah, tak terkecuali keluarga Jahsy. Abdullah bin Jahsy menjadi pemimpin kafilah keluarganya. Ikut di dalamnya Muhammad bin Abdullah bin Jahsy, serta Abu Ahmad bin Jahsy (penyair buta yang terkenal). Demikian juga keluarga wanitanya, Zainab binti Jahsy, Hamnah binti Jahsy (istri Mush’ab bin Umair) dan Ummu Habib binti  Jahsy (istri Abdurrahman bin Auf a).
Persaudaraan Kaum Muhajirin dan Anshar
Keindahan jalinan ukhuwah berlandaskan aqidah antara kaum Anshar dan Muhajirin tercermin antara lain dalam firman Allah l QS. Al Hasyr: 9, yaitu;
Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshar) mencintai orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). Dan mereka (Anshar) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin). Dan mereka mengutamakan (orang-orang muhajirin) atas diri mereka sendiri sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.
Di lingkungannya yang baru, berbekal harta yang dibawanya dari Mekah, Zainab menjadi tempat bernaung kaum dhu’afa . Ia bersedekah kepada mereka tanpa perhitungan. Seolah ingin menanam kebaikan sebanyak-banyaknya.Tidak hanya itu, zuhud dari kehidupan dunia adalah juga menjadi akhlaknya.   
Ujian Ketaatan Zainab binti Jahsy
Di lingkungan masyarakat Arab kala itu masih mengakar kuat perbedaan kelas status sosial. Dan hadirnya Islam sebagai nidhamul hayah (aturan hidup, -ed) antara lain untuk menghilangkan tradisi jahiliyah tersebut.
Rasulullah n berupaya untuk merombak tradisi tersebut. Beliau. Nabi n bermaksud meminang Zainab binti Jahsy untuk Zaid bin Haritsah, pelayan beliau. Sebuah upaya menyetarakan kedudukan manusia secara utuh. Antara wanita dari golongan terhormat Bani Hasyim dan anak angkat beliau n dari golongan mawaalii (budak yang dimerdekakan).
Pada awalnya Zainab menolak dan minta waktu kepada Rasulullah n untuk mempertimbangkannya terlebih dahulu. Namun Allah l menurunkan ayat :
Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh Dia telah sesat, sesat yang nyata. (QS. Al Ahzab: 36).
Maka Zainab binti Jahsy pun menerima pinangan itu. Sebagai bukti ketaatannya kepada Rasulullah n yang sama artinya dengan ketaatannya kepada Allah l.
Dalam pernikahannya, Zaid memberi Zainab 10 dinar dan 60 dirham, seperangkat pakaian, kerudung, kasur dan kain, 50 mud makanan serta 10 mud kurma. Zaid mendapatkan semua itu dari Rasulullah n.
Perceraian Yang Tak Terhindarkan
Pasangan suami istri inipun, mulai mengarungi samudera kehidupan rumah tangganya. Mereka berusaha agar bahteranya dapat berlayar dengan tenang dan harmonis. Namun riak-riak dalam rumah tangga pun tak terhindarkan(-ed). Sehingga Zaid pun tidak jarang mendatangi Rasulullah n untuk meminta nasihat beliau n. Menghadapi keluhan Zaid bin Haritsah, Rasulullah n selalu menasehatinya agar bersabar dan bertaqwa kepada Allah l. Beliau menghendaki Zaid mempertahankan pernikahannya dengan Zainab. Namun Allah l berkehendak lain. Allah k menghendaki Zainab menjadi istri Rasulullah n. Dengan tujuan menghapus tradisi tabani (menjadikan seorang anak angkat setara dengan anak kandung). Selain itu, masyarakat Arab saat itu juga memiliki tradisi yang mengharamkan seseorang menikahi mantan istri anak angkat yang sudah dipergauli. Tradisi jahiliyah inipun harus segera diselesaikan dan dihapus.
Maka Allah l menurunkan wahyu, untuk merestui perceraian tersebut. Sekaligus memerintahkan Rasulullah n untuk menikahi Zainab binti Jahsy. Allah l berfirman
Dan (ingatlah), ketika kamu berkata kepada orang yang Allah telah melimpahkan nikmat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi nikmat kepadanya: "Tahanlah terus istrimu dan bertakwalah kepada Allah", sedang kamu Menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia, sedang Allah-lah yang lebih berhak untuk kamu takuti. Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap Istrinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk (mengawini) istri-istri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya daripada istrinya. dan adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi.”
Pernikahan Yang Diatur Dari Tujuh Lapis Langit
Setelah masa iddah Zainab selesai, Rasulullah n melamarnya dengan perantaraan Zaid bin Haritsah. Dia berkata, “Wahai Zainab, Rasulullah n mengutusku untuk melamarmu.” Zainab menjawab, ”Aku tidak akan membuat keputusan apapun hingga aku menyampaikannya kepada Rabb-ku.” Setelah itu, Zainab bergegas ke masjid dan turunlah wahyu kepada Rasulullah n (QS. Al Ahzab: 37).
Sungguh pernikahan yang teramat istimewa. Diatur dari tujuh lapis langit. Allah l  langsung yang  menikahkan dan malaikat Jibril sebagai perantaranya.
Kedudukan Zainab binti Jahsy
Beliau menempati kedudukan mulia tidak hanya di hati Rasulullah n, tetapi juga di hati para istri Beliau n yang lainnya. Bahkan ‘Aisyah pernah berkata, bahwa Zainab binti Jahsy menempati kedudukan yang hampir setara dengan dirinya di mata Rasulullah n.
Beliau Juga Pernah Menjadi Utusan Kaum Muslimah
‘Aisyah a binti Thalhah menyatakan bahwa Ummul Mukminin ‘Aisyah a berkata, “Rasululullah n bersabda, ‘Orang yang paling cepat menyusulku (meninggal dunia) di antara kalian (istri-istri Nabi n) adalah yang paling panjang tangannya.’Mendengar pernyataan itu, kami suka mengukur tangan kami untuk mengetahui siapa yang lebih panjang tangannya. Ternyata Zainablah yang paling panjang tangannya (bukan karena ukurannya yang lebih panjang), karena ia bekerja dengan tangannya sendiri dan men-shadaqah-kan hasilnya“. (HR. Muslim)
Sesungguhnya beliau bukanlah orang kaya, melainkan seorang pekerja keras. Beliau menyamak kulit, menjahit dan menjualnya ke pasar. Dari hasil itulah, dia ber-shadaqah fisabilillah.
Saat pemerintahan Umar bin Khattab ia mendapat tunjanngan sesuai ketetapan yang berlaku. Namun ia menolak dan men-shadaqah-kannya kembali kepada mereka yang dinilai lebih membutuhkan.
Saatnya Berpisah
Pada tahun 20 Hijriah Ummul Mukminin merasakan pertemuan dengan Rabbnya semakin dekat. Ia pun berwasiat menjelang wafatnya, “Sesungguhnya aku telah menyiapkan kafanku sendiri. Barangkali Umar akan membelikan kafan untukku. Maka, jika ia benar membelikannya untukku, maka shadaqah-kanlah salah satu kain kafan itu. Seandainya memungkinkan, jika kalian telah memasukkan tubuhku ke liang lahat dan dapat men-shadaqah-kan kain bawahku, maka lakukanlah.“ (Thabaqaat Ibnu Sa’ad, volume 8, halaman 109).
Subhanallah! Sungguh menakjubkan pesan terakhir beliau. Kedermawanan dan kezuhudan yang sangat tinggi. Di ujung kehidupannya di dunia, beliau masih ingin berbagi. Semoga dapat membakar ghirah kita untuk meningkatkan semangat ta’awun di antara orang-orang beriman. Berlandaskan aqidah berbingkai ukhuwah.

(0leh : Ummu Mujahid)
Maraji:
35 Sirah Shahabiyah/ Shahabiyat Haul Ar- Rasul n.

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites